Minggu, 24 September 2017

JAWABAN ALKITAB TERHADAP KOTROVERSI SEPUTAR KESATUAN HIPOSTATIK

BAB I
PENAHULUAN

            Sejak zaman dahulu sampai saat ini, pertanyaan tentang siapa sebenarnya Yesus itu masih merongrong di setiap benak manusia. Tidak dapat disangkal bahwa pertanyaan sederhana ini telah menimbulkan kontroversi yang besar, baik dari luar maupun dari dalam gereja sendiri. Sangat disayangkan apabila di dalam gereja sendiri terjadi perbedaan pendapat tentang eksistensi Yesus karena hal itu dapat membuka jurang pemisah dalam gereja. Gereja hanya berorientasi dalam kalangannya sendiri dan menutup diri terhadap gereja lain. Gereja yang satu menganggap doktrin yang dianutnya lebih baik dan lebih benar dari gereja yang lainnya. Bagaimana gereja dapat berapologet dalam mempertanggungjawabkan imannya kepada pandangan-pandangan luar yang berusaha menjatuhkan iman kekristenan, apabila doktrin tentang topik ini belum nyata kebenarannya. Hal ini merupakan suatu masalah genting yang harus diwaspadai dan harus dituntaskan.
            Harus diakui bahwa dokrtin tentang perpaduan sifat keilahian dan kemanusiaan Yesus merupakan rahasia yang sangat dalam, namun gereja dituntut untuk merenungkan hal ini (Kol. 2:2-3). Untuk itu, penulis menulis paper ini dengan tujuan untuk memaparkan kebenaran yang sesungguhnya mengenai eksistensi Yesus: bagaimana keilahian dan kemanusiaan-Nya, serta bagaimana kesatuan antara kedua tabiat Yesus tersebut. Penulis yakin bahwa para pembaca akan menemukan banyak kebenaran dalamtulisan ini yang dapat dijadikan dasar dan bekal dalam mempertanggungjawabkan imannya atas dunia ini. Tulisan ini tidak memiliki dasar yang kokoh apabila tidak dilandasi pada Alkitab. Untuk itu, Alkitab adalah landasan utama terjadinya paper ini, sehingga setiap orang percaya wajib membaca dan mempelajarinya.


BAB II
KONTROVERSI SEPUTAR KESATUAN HIPOSTATIK

      A. Pengertian Kesatuan Hipostatik
Kesatuan hipostatik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana Allah Putra, Yesus Kristus mengambil natur kemanusiaan, namun pada saat yang sama Ia tetap merupakan Allah yang sempurna. Yesus selamanya adalah Allah (Yoh. 8:58; 10:30), namun dalam inkarnasi Yesus mengambil tubuh manusia. Penambahan natur kemanusiaan kepada natur keillahian menyebabkan adanya dua natur dalam diri Yesus. Inilah kesatuan hipostatik, Yesus Kristus, satu Pribadi, Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna.                                                                                               Pada dasarnya kesatuan hipostatik berbicara tentang bersatunya natur ilahi dan natur manusia dalam diri Yesus Kristus. Kristus yang adalah Allah sendiri berinkarnasi menjadi manusia tanpa melepaskan sifat ilahi-Nya, sehingga Ia memiliki dua sifat dalam diri-Nya (sifat ilahi dan sifat manusia). Ia memiliki sifat atau natur ilahi karena Ia adalah Allah dan Ia memiliki sifat manusia karena ia datang ke dunia sebagai seorang Anak Manusia (Yoh. 1:14). Paul Enns menyatakan bahwa kesatuan hipostatik dapat dijabarkan sebagai “Kristus datang dan mengambil natur manusia tanpa kehilangan natur kilahian-Nya. Kemanusiaan-Nya yang sejati bersatu dalam satu Pribadi untuk selamanya.”[1]

      B. Kontroversi Kesatuan Hipostatik
1.    Pandangan Calvinistis
     John Calvin mengajarkan bahwa kedua natur Yesus disatukan tanpa adanya transfer atribut. Tidak ada percampuran antara kedua natur tersebut: kekekalan tidak dapat ditransferkan pada keterbatasan; akal tidak dapat ditransferkan pada materi; Allah tidak dapat ditransferkan pada manusia begitu pun sebaliknya. Pengambilan salah satu atribut dari natur ilahi akan berakibat kehancuran pada keilahian-Nya. sebaliknya jika salah satu atribut dari natur manusia-Nya diambil, maka akan menghancurkan kemanusiaan-Nya yang sejati.     
2.    Pandangan Lutheran
     Pandangan ini mengajarkan bahwa atribut dari natur ilahi dikembangkan pada natur manusia dengan beberapa akibat yang penting. Mereka mengjarkan bahwa kemahahadiran natur ilahi Kristus ditransfer pada tubuh manusia Kristus, akibatnya natur kemanusiaan Kristus masuk ke dalam status pentransferan itu pada saat kenaikkan.
3.    Golongan Gnostik                                                                                                              Sistem Gnostik dipengaruhi oleh paham dualisme yang mendasar: yang tinggi dan yang rendah, roh dan daging, yang baik dan yang jahat. Karena daging dianggap jahat, maka pastilah Allah tidak mungkin menjelma menjadi manusia yang berdarah-daging. Ada dua golongan Gnostik yang memiliki pandangan masing-masing tentang Yesus, yaitu: pertama, golongan Gnostik Cerintian yang mengajarkan bahwa Kristus yang ilahi mendatangi Yesus yang manusiawi ketika Ia dibaptis dan meninggalkannya lagi beberapa saat menjelang kematian Yesus. Kedua, golongan Gnostik Dosetisme yang beranggapan bahwa Yesus sebenarnya semacam hantu dan hanya kelihatannya saja memiliki tubuh jasmaniah.
4.    Golongan Arius                                                                                                                         Arius dari Alexandria berpendapat bahwa sekalipun Kristus dapat disebut Allah, Ia sebenarnya bukanlah Allah dan sama sekali tidak ada kesamaan hakikat ataupun kekekalan. Menurutnya Kristus adalah hasil ciptaan Allah Bapa, yang kemudian menjadi pelaksana dalam penciptaan dunia. Ketika menjelma, Logos (Kristus) memasuki tubuh manusia serta menggantikan roh manusia. Jadi Kristus tidaklah sepenuhnya Allah dan juga tidak sepenuhnya manusia.
5.    Golongan Apolinaris                                                                                                                      Apolinaris beranggapan bahwa Yesus memiliki tubuh yang sejati dan jiwa hewani, tetapi tidak mempunyai roh atau pikiran yang rasional. Logos mengisi tempat inteligensi manusia. Pandangan ini menghormati keilahian Kristus, namun akibatnya ialah merusak kemanusian-Nya yang sejati. Konsili Konstantinopel ke-1 tahun 381 mengutuk ajaran ini sebagai ajaran yang sesat.

6.    Golongan Nestorius                                                                                                   Nestorius tidak menerima adanya perpaduan antara dua tabiat Kristus dalam satu pribadi, sehingga Nestorius menganjurkan adanya dua kepribadian. Logos tinggal di dalam manusia Yesus, sehingga perpaduan dua tabiat tersebut dapat disamakan dengan tinggalnya Roh Kudus di dalam orang yang telah diselamatkan.
7.    Golongan Eutikhes 
     Golongan ini menganut pandangan yang bertolak belakang dengan pandangan golongan Nestorius. Golongan Eutikhes beranggapan bahwa Kristus tidak memiliki dua tabiat, tetapi satu tabiat saja. Seluruh diri Kristus bersifat ilahi, termasuk tubuh-Nya. Yang ilahi dan yang manusiawi di dalam Kristus disatukan, sehingga menghasilkan tabiat yang ketiga. Golongan Eutikhes ini seringkali disebut sebagai golongan Monofisit karena mereka sebenarnya membuat kedua tabiat Kristus itu menjadi satu tabiat saja. Konsili Khalsedon menolak ajaran ini pada tahun 451. Golongan Monofisit kemudian mengambil haluan yang baru, dengan mengajarkan bahwa Kristus hanya memiliki satu kehendak. Akan tetapi, Konsili Konstantinopel yang ke-3 pada tahun 681 menolak ajaran ini, dengan menyatakan bahwa di dalam Kristus ada dua tabiat, yaitu yang ilahi dan yang manusiawi, sehingga dengan demikian ada dua inteligensi dan dua kehendak di dalam diri Kristus.
8.    Pandangan Ortodoks                                                                                                                     Konsili di Chalsedon pada tahun 451 telah menetapkan pandangan gereja yang resmi. Yesus Kristus adalah satu, tetapi Ia memiliki dua sifat, yaitu yang ilahi dan yang manusiawi. Dia adalah Allah sejati dan manusia sejati, terdiri atas tubuh dan jiwa yang rasional. Ia sehakikat dengan Bapa dalam ke-Allahan-Nya an sehakikat dengan manuisia dalam kemanusiaan-Nya, kecuali dosa. Ia sudah ada bersama Bapa sebelum dunia dijadikan, dan dalam kemanusiaan-Nya Ia lahir dari perawan Maria. Perbedaan antara dua tabiat tersebut tidak berkurang ketika dipersatukan, namun keistimewaan masing-masing tabiat itu tetap terpelihara sekalipun disatukan di dalam diri Yesus Kristus. Yesus tidak terbagi menjadi dua pribadi, tetapi Ia adalah satu pribadi.



BAB III
JAWABAN ALKITAB TERHADAP KOTROVERSI SEPUTAR KESATUAN HIPOSTATIK

A.    Keilahian Kristus[2]
Doktrin tentang keilahian Kristus sampai saat ini mengalami serangan dari pihak-pihak yang tidak puas dengan rumusan iman Kristen. Banyak yang meragukan keilahian Kristus setelah inkarnasi, karena mereka hanya melihat-Nya sebagai manusia biasa yang lahir dari rahim manusia. Orang percaya tidak perlu panik apabila menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang ingin menjatuhkan atau mempersalahkan iman kekristenan, karena Alkitab menyediakan lebih dari cukup bukti tentang keberadaan Yesus. Ia bukanlah makhluk ciptaan, Ia juga bukan seperti Allah, tetapi Ia adalah Allah sendiri (Yoh. 1:1).
Ada banyak bukti eksplisit dalam Alkitab yang menyatakan keilahian Kristus, yaitu: pertama, nama-nama-Nya. Yesus disebut Imanuel yang berarti Allah beserta manusia (Mat. 1:23). Injil Yohanes dengan jelas menyatakan bahwa Yesus adalah Allah sendiri (Yoh. 1:1). Ia disebut sebagai Firman yang tidak lain adalah Allah sejati; Ia disebut Anak Allah; Rasul Yohanes sebanyak lima kali menyebut Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa. Selain itu, di dalam kitab Wahyu, beberapa kali Yesus dikatakan sebagai Alpha dan Omega (Why. 1:8; 2:8), suatu nama ilahi yang hanya boleh dikenakan bagi Allah sendiri. Kedua, sifat-sifat yang dimilikinya. Eksistensi Yesus adalah kekal adanya (Mzm. 102:26-28). Perkataan Yesus yang paling mengejutkan orang-orang Yahudi adalah klaim bahwa Dia sudah ada sebelum Abraham. Pernyataan ini jelas telah mengungkapkan sifat keberadaan-Nya yang kekal, sama dengan Allah. Penulis surat Ibrani meneguhkan ketidakberubahan Kristus. Jadi Kristus berkuasa memberikan kehidupan kekal, yang hanya dapat diberikan oleh Allah sendiri. Kristus sendiri menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu, sehingga memiliki segala kekayaan sifat Allah dalam diri-Nya. Ia juga Mahahadir (Mat. 28:20); Ia Mahatahu (Yoh. 2:25); Ia Mahakuasa (Mrk. 2:5, 7); Ia Hidup (Yoh. 1:14; 14:6). Ketiga, keilahian Kristus terpancar dari karya-Nya: Ia adalah Allah Pencipta (Yoh. 1:3; 1:16); Ia juga adalah Allah Pemelihara (Kol. 1:17; Ibr. 1:3). Tentu saja di dalam karya penciptaan dan pemeliharaan semesta alam ini, Kristus juga turut berperan aktif bersama Allah Tritunggal. Dikatakan pula bahwa Yesuslah yang menopang segala sesuatu dengan kuasa-Nya yang tak terbatas. Kritus juga dapat mengampuni dosa (Mrk. 2:1-12). Hanya Allah yang dapat mengampuni dosa, sehingga sangatlah jelas bahwa Yesus adalah Allah karena Ia mengampuni dosa manusia. Di dalam karya penebusan, Kristus bukan saja berkuasa untuk mengampuni orang berdosa, tetapi Ia juga berkuasa untuk membangkitkan orang mati. Bahkan pada Hari Tuhan nanti, Kristus akan menghakimi semua manusia.
Keempat, kesaksian tentang keilahian Yesus terbukti dari mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya (Mat. 9:6, 24-25, 29-30; Mrk. 4:39; Luk. 6:10; Yoh. 2:1-11). Banyak hal supranatural yang dilakukan Yesus selama pelayanan-Nya di bumi, sehingga tidak dapat disangkal bahwa Ia benar-benar Allah. Orang Kristen pun percaya bahwa mujizat-mujizat yang dilakukan oleh para rasul dan orang-orang percaya merupakan anugerah dari Yesus sendiri. Sangat jarang orang dapat melakukan mujizat seperti Yesus, walaupun ada orang-orang tertntu yang dapat melaukan hal yang sama berdasarkan anugerah Allah. Namun Yesus memproklamirkan diri-Nya sebagai Allah memalui tanda-tanda heran tersebut.

B.     Kemanusiaan Kristus[3]
Bukti-bukti bahwa Yesus benar-benar menjadi manusia adalah sebagai berikut: pertama, Ia memiliki sifat sejati insani (Luk. 2:40, 52). Hal ini mengungkapkan bahwa Yesus memiliki segala unsur manusiawi, baik tubuh jasmani yang dapat dilihat dan dijamah (Mat. 26:12; Yoh. 2:21; Ibr. 2:14; 10:5) maupun jiwa dengan segala dimensinya, seperti: pengetahuan, akal budi, emosi, dan kehendak. Sebagaimana manusia pada umumnya, Ia juga mengalami fase-fase pertumbuhan fisik, mental, intelek, kesadaran sosial, dan sebagainya sejak bayi, masa kanak-kanak, remaja, pemuda hingga dewasa (Yoh. 7:15). Jadi kewajaran perkembangan ini adalah lumrah dan secara normal juga berlaku bagi sifat dasar insani Kristus. Oleh karena itu, dalam berbagai kondisi Yesus pun dapat merasakan keletihan fisik; mengantuk lalu tertidur; haus; geram, jengkel, bahkan marah; gelisah, gentar dan takut; terharu, sedih, dan menangis; Ia juga pernah merasa sangat lapar sewaktu berpuasa di padang gurun (Mat. 4). Yesus mempunyai keluarga, silsilah, dan gelar sebagai Anak Manusia (Mat. 1:1, 21; 9:27; 12:23; 15:22; Luk. 22”69-70; Yoh. 12:34). Di dalam keempat kitab injil, kurang lebih 80 kali menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia. Dengan menggunakan gelar ini secara pasti Yesus diri-Nya sebagai manusia biasa. Selain itu, Yesus juga dipanggil dengan nama anak atau keturunan Daud. Hal ini membuktikan bahwa Ia memang pernah ada di dalam sejarah manusia.
Yesus dilahirkan dari rahim seorang manusia.[4] Umat Kristen mengetahui dan mengakui bahwa Yesus adalah Allah menjelma menjadi manusia, namun kehadiran-Nya di bumi ini juga melalui proses kelahiran seperti manusia pada umumnya (Mat. 1:18-2:11; Luk. 1:30-38; Gal. 4:4). Yesus selaku manusia juga mengalami pencobaan. Sifat dasar insani Kristus diteguhkan melalui pencobaan yang dialami-Nya. Pencobaan adalah suatu situasi krisis namun netral di tengah-tengah ujian dan godaan. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun untuk diuji, sementara Iblis datang menggoda-Nya berulang-ulang. Kesaksian keempat Injil mengenai pencobaan-pencobaan yang dialami oleh Kristus dapat dirangkumkan dalam Ibrani 4:15, ”Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita. Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Ujian yang paling berat yang dihadapi oleh Yesus ialah sewaktu Ia harus menghadapi penyaliban. Ia disebutkan sebagai Pengantara Tunggal antara Allah dan manusia. Yesus harus memiliki dua sifat dasar yang menyatu dalam satu pribadi, yaitu keilahian dan kemanusiaan. Namun harus dimengerti di sini bahwa Ia sama sekali bukan makhluk ciptaan, tetapi sebaliknya Ia adalah Allah sejati yang menjelma menjadi manusia sejati (Yoh. 1:14).

C.    Kesatuan Kilahian dan Kemanusiaan Kristus (Hipostatik)[5]                                                 Perpaduan antara kedua natur Kristus tidak dapat dibandingkan dengan hubungan pernikahan, karena kedua belah pihak dalam pernikahan tetap dua pribadi, walaupun sudah menikah. Tidaklah tepat beranggapan bahwa natur ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal dalam orang-orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah sorang manusia yang didiami oleh Allah dan Ia sendiri bukan Allah. Gagasan yang mengatakan bahwa Kritus memilki kepribadian rangkap adalah tidak alkitabiah, karena Ia tetap memilki satu pribadi yang mengandung dua natur tersebut. Demikian pula kedua natur itu tidak bersatu untuk membentuk natur ketiga, sebab dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati.
Kedua natur Yesus merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan tanpa percampuran identitas atau kehilangan identitas masing-masing. Yesus selamanya adalah Allah-manusia, Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna, dua natur yang berbeda dalam satu Pribadi untuk selamanya. Kemanusiaan dan keillahian Yesus tidak bercampur, namun bersatu tanpa kehilangan keunikan identitas. Kadang Yesus berfungsi dengan keterbatasan sebagai manusia (Yoh. 4:6; 19:28) dan di waktu lain dengan kuasa keillahian-Nya (Yoh. 11:43; Mat. 14:18-21). Dalam kedua natur tersebut, tindakan-tindakan Yesus bersumber dari Pribadi-Nya yang satu. Yesus memiliki dua natur, namun hanya satu pribadi atau kepribadian (Rm. 1:3-4; Gal. 4:4).[6]                         Doktrin kesatuan hipostatik adalah upaya untuk menjelaskan bagaimana Yesus dapat merupakan Allah dan manusia pada saat yang sama. Namun demikian, pada akhirnya ini adalah sebuah doktrin yang tidak mampu dipahami secara sempurna. Sangatlah mustahil bagi manusia untuk dapat secara sempurna memahami cara kerja Allah. Manusia yang terbatas tidak bisa mengharapkan dapat memahami Allah yang tidak terbatas. Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian Dia dilahirkan dari Roh Kudus (Luk. 1:35), namun hal ini tidak berarti bahwa Yesus belum ada sebelum Dia dikandung. Yesus selalu ada (Yoh. 8:58, 10:30). Ketika Yesus dikandung, Dia menjadi manusia selain Dia adalah Allah (Yoh. 1:1, 14). Yesus adalah Allah dan manusia. Yesus senantiasa adalah Allah, namun Dia menjadi manusia sehingga Dia dapat mengidentifikasikan diri dengan manusia dalam kelemahan-kelemahan mereka (Ibr. 2:17). Lebih penting dari inkarnasi-Nya adalah agar Dia dapat mati di salib untuk membayar hutang dosa manusia (Flp. 2:5-11). Secara singkat, kesatuan hipostatik mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia yang sempurna, bahwa tidak ada percampuran atau pengurangan dari salah satu natur dan bahwa Dia adalah Pribadi yang bersatu untuk selamanya.
Yesus Kristus brbicara tentang diri-Nya sebagai suatu pribadi yang tunggal dan utuh; Ia sama sekali tidak menunjukkan adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian. Yesus sadar akan natur-Nya yang ilahi dan Ia juga sadar akan natur-Nya yang manusiawi. Sering kali Ia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, namun pada saat tertntu Ia bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi. Perlu diketahui bahwa kedua natur Yesus ini tidak pernah saling bertentangan, namun berjalan bersama-sama dan seimbang. Hal ini terbukti dari keinginan daging Yesus untuk menjauhi salib (Mat. 26:39), namun Ia tetap berserah kepada kehendak Bapa (Ibr. 10:7, 9).
Kesatuan kedua natur Yesus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:[7] ­pertama, bersifat teantropik. Maksudnya adalah Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tidak terbatas, namun Ia juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia memiliki kesadaran ilahi dan manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya tidak terbatas, kecerdasan manusiawi-Nya makin bertambah. Kedua, kesatuan itu bersifat pribadi. Maksudnya adalah kedua natur itu merupakan satu cara berada yang pribadi. Kristus tidak bersatu dengan diri manusia, tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian Kristus bertempat dalam natur ilahi-Nya. Ketiga, kesatuan itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi. Sifat yang manusiawi dan ilahi dapat dilakukan oleh Yesus tanpa kecuali. Berbagai sifat manusia dihubungkan dengan Yesus di bahwag gelar-glar yang ilahi, “Ia akan menjai besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi” (Luk. 1:32); “Jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kis. 20:28). Keempat, ksesatuan tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan Yesus tersebut. Kedua natur Yesus hadir bersama di setiap tempat.   


BAB IV
KESIMPULAN

            Perlu diakui bahwa doktrin Kristen tentang bagaimana kesatuan antara natur ilahi dan manusiawi dalam diri Yesus merupakan suatu pokok yang sulit untuk dijelaskan, namun dapat dijelaskan melalui landasan alkitabiah dan tuntunan Roh Kudus. Orang percaya harus tetap radikal terhadap kebenaran doktrin ini yang selama ini diakui oleh seluruh kalangan umat Kristen. sangatlah benar bahwa dalam diri Yesus ada dua natur (ilahi dan manusia), namun Ia hanya memiliki satu pribadi yang utuh. Kedua natur Yesus merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan tanpa percampuran identitas atau kehilangan identitas masing-masing. Yesus selamanya adalah Allah-manusia, Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna, dua natur yang berbeda dalam satu Pribadi untuk selamanya. Kemanusiaan dan keillahian Yesus tidak bercampur, namun bersatu tanpa kehilangan keunikan identitas. Kadang Yesus berfungsi dengan keterbatasan sebagai manusia (Yoh. 4:6; 19:28) dan di waktu lain dengan kuasa keillahian-Nya (Yoh. 11:43; Mat. 14:18-21). Dalam kedua natur tersebut, tindakan-tindakan Yesus bersumber dari Pribadi-Nya yang satu.
Yesus Kristus adalah Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna. Yesus senantiasa adalah Allah, namun Dia menjadi manusia sehingga Dia dapat mengidentifikasikan diri dengan manusia dalam kelemahan-kelemahan mereka (Ibr. 2:17). Lebih penting dari inkarnasi-Nya adalah agar Dia dapat mati di salib untuk membayar hutang dosa manusia (Flp. 2:5-11). Kesatuan hipostatik mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia yang sempurna, bahwa tidak ada percampuran atau pengurangan dari salah satu natur dan bahwa Dia adalah Pribadi yang bersatu untuk selamanya. Orang percaya harus memahami konsep ini karena Alkitab mengajarkan demikian. Inilah kebenaran yang terkandung dalam Alkitab, yang penulis interpretasikan kembali, agar setiap orang percaya dapat memahami dengan benar bagaimana keberadaan Yesus yang sebenarnya.


BIBLIOGRAFI

Berkhof, Luois. Teologi Sistematika. Surabaya: Momentum, 2009.
Enns, Paul. The Moody Hand Book of Thology. Malang: SAAT, 2008.
Little, Paul E. Kutahu yang Kupercaya. Bandung: Kalam Hidup, t.t.
Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 2. Yogyakarta: ANDI, 2008.
Thiessen Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas, 2000.
Kristologi: ”Penjelmaan,” http://www.sarapanpagi.org/viewtopic.php?p=133#133




[The Moody Handbook of Theology (Malang: SAAT, 2008), 278.
                [2] Enns Paul, The Moody Hand Book of Thology (Malang: SAAT, 2008) 275.

[3] Ibid. 272.
[4]  Charles C Ryrie, Teologi Dasar 2 (Yogyakarta: ANDI, 2008) 22.
[5] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2010) 338-341.
                [6] Luois Berkhof, Teologi Sistematika (Surabaya: Momentum, 2009) 46.
[7] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2010) 340-341.

1 komentar:

  1. Shalom bapak, ibu saudara/i di manapun berada. Apakah Sudah ada yang pernah mendengar tentang Shema Yisrael? Ini adalah kalimat pengakuan iman orang Yahudi yang biasa diucapkan pada setiap ibadah mereka baik itu di rumah ibadat atau sinagoga maupun di rumah. Yesus juga menggunakan Shema untuk menjawab pertanyaan dari seorang ahli Taurat mengenai hukum yang utama. Kita dapat baca di Ulangan 6 ayat 4 dan pernah juga dikutip oleh Yesus di dalam Injil Markus 12 : 29. Dengan mengucapkan Shema, orang Yahudi mengakui bahwa YHWH ( Adonai ) Elohim itu esa dan berdaulat dalam kehidupan mereka. Berikut teks Shema Yisrael tersebut dalam huruf Ibrani ( dibaca dari kanan ke kiri seperti huruf Arab ) beserta cara mengucapkannya ( tanpa bermaksud untuk mengabaikan atau menyangkal adanya Bapa, Roh Kudus dan Firman Elohim yaitu Yeshua haMashiakh/ ישוע המשיח, yang lebih dikenal oleh umat Kristiani di Indonesia sebagai Yesus Kristus ) berikut ini

    Teks Ibrani Ulangan 6 ayat 4 : ” שְׁמַ֖ע ( Shema ) יִשְׂרָאֵ֑ל ( Yisrael ) יְהוָ֥ה ( YHWH [ Adonai ] ) אֱלֹהֵ֖ינוּ ( Eloheinu ) יְהוָ֥ה ( YHWH [ Adonai ] ) אֶחָֽד ( ekhad )


    Lalu berdasarkan halakha/ tradisi, diucapkan juga berkat: ” ברוך שם כבוד מלכותו, לעולם ועד ” ( " barukh Shem kevod malkuto, le’olam va’ed " ) yang artinya diberkatilah nama yang mulia kerajaanNya untuk selama-lamanya " ). Apakah ada yang mempunyai pendapat lain?. Ini sebagai wawasan kerohanian bersama. 🕎✡️🤚🏻👁️📜🕯️🕍✝️🤴🏻👑🇮🇱🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐟🐍₪

    BalasHapus