BAB I
PENAHULUAN
Sejak zaman dahulu sampai saat ini,
pertanyaan tentang siapa sebenarnya Yesus itu masih merongrong di setiap benak
manusia. Tidak dapat disangkal bahwa pertanyaan sederhana ini telah menimbulkan
kontroversi yang besar, baik dari luar maupun dari dalam gereja sendiri. Sangat
disayangkan apabila di dalam gereja sendiri terjadi perbedaan pendapat tentang
eksistensi Yesus karena hal itu dapat membuka jurang pemisah dalam gereja. Gereja
hanya berorientasi dalam kalangannya sendiri dan menutup diri terhadap gereja
lain. Gereja yang satu menganggap doktrin yang dianutnya lebih baik dan lebih
benar dari gereja yang lainnya. Bagaimana gereja dapat berapologet dalam
mempertanggungjawabkan imannya kepada pandangan-pandangan luar yang berusaha
menjatuhkan iman kekristenan, apabila doktrin tentang topik ini belum nyata
kebenarannya. Hal ini merupakan suatu masalah genting yang harus diwaspadai dan
harus dituntaskan.
Harus diakui bahwa dokrtin tentang
perpaduan sifat keilahian dan kemanusiaan Yesus merupakan rahasia yang sangat
dalam, namun gereja dituntut untuk merenungkan hal ini (Kol. 2:2-3). Untuk itu,
penulis menulis paper ini dengan tujuan untuk memaparkan kebenaran yang
sesungguhnya mengenai eksistensi Yesus: bagaimana keilahian dan kemanusiaan-Nya,
serta bagaimana kesatuan antara kedua tabiat Yesus tersebut. Penulis yakin
bahwa para pembaca akan menemukan banyak kebenaran dalamtulisan ini yang dapat
dijadikan dasar dan bekal dalam mempertanggungjawabkan imannya atas dunia ini. Tulisan
ini tidak memiliki dasar yang kokoh apabila tidak dilandasi pada Alkitab. Untuk
itu, Alkitab adalah landasan utama terjadinya paper ini, sehingga setiap orang
percaya wajib membaca dan mempelajarinya.
BAB II
KONTROVERSI SEPUTAR KESATUAN
HIPOSTATIK
A. Pengertian
Kesatuan Hipostatik
Kesatuan hipostatik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
bagaimana Allah Putra, Yesus Kristus mengambil natur kemanusiaan, namun pada
saat yang sama Ia tetap merupakan Allah yang sempurna. Yesus selamanya adalah
Allah (Yoh. 8:58; 10:30), namun dalam inkarnasi Yesus mengambil tubuh manusia. Penambahan natur kemanusiaan kepada natur keillahian menyebabkan adanya dua natur dalam diri Yesus. Inilah kesatuan hipostatik, Yesus Kristus, satu Pribadi, Allah yang
sempurna dan manusia yang sempurna. Pada dasarnya kesatuan hipostatik berbicara tentang
bersatunya natur ilahi dan natur manusia dalam diri Yesus Kristus. Kristus yang
adalah Allah sendiri berinkarnasi menjadi manusia tanpa melepaskan sifat
ilahi-Nya, sehingga Ia memiliki dua sifat dalam diri-Nya (sifat ilahi dan sifat
manusia). Ia memiliki sifat atau natur ilahi karena Ia adalah Allah dan Ia
memiliki sifat manusia karena ia datang ke dunia sebagai seorang Anak Manusia
(Yoh. 1:14). Paul Enns menyatakan bahwa kesatuan hipostatik dapat dijabarkan
sebagai “Kristus datang dan mengambil natur manusia tanpa kehilangan natur
kilahian-Nya. Kemanusiaan-Nya yang sejati bersatu dalam satu Pribadi untuk
selamanya.”[1]
B. Kontroversi
Kesatuan Hipostatik
1. Pandangan Calvinistis
John
Calvin mengajarkan bahwa kedua natur Yesus disatukan tanpa adanya transfer
atribut. Tidak ada percampuran antara kedua natur tersebut: kekekalan tidak
dapat ditransferkan pada keterbatasan; akal tidak dapat ditransferkan pada
materi; Allah tidak dapat ditransferkan pada manusia begitu pun sebaliknya. Pengambilan
salah satu atribut dari natur ilahi akan berakibat kehancuran pada keilahian-Nya.
sebaliknya jika salah satu atribut dari natur manusia-Nya diambil, maka akan
menghancurkan kemanusiaan-Nya yang sejati.
2. Pandangan Lutheran
Pandangan
ini mengajarkan bahwa atribut dari natur ilahi dikembangkan pada natur manusia
dengan beberapa akibat yang penting. Mereka mengjarkan bahwa kemahahadiran
natur ilahi Kristus ditransfer pada tubuh manusia Kristus, akibatnya natur kemanusiaan
Kristus masuk ke dalam status pentransferan itu pada saat kenaikkan.
3. Golongan Gnostik Sistem
Gnostik dipengaruhi oleh paham dualisme yang mendasar: yang tinggi dan yang
rendah, roh dan daging, yang baik dan yang jahat. Karena daging dianggap jahat,
maka pastilah Allah tidak mungkin menjelma menjadi manusia yang
berdarah-daging. Ada dua golongan Gnostik yang memiliki pandangan masing-masing
tentang Yesus, yaitu: pertama, golongan
Gnostik Cerintian yang mengajarkan bahwa Kristus yang ilahi mendatangi Yesus
yang manusiawi ketika Ia dibaptis dan meninggalkannya lagi beberapa saat
menjelang kematian Yesus. Kedua, golongan
Gnostik Dosetisme yang beranggapan bahwa Yesus sebenarnya semacam hantu dan
hanya kelihatannya saja memiliki tubuh jasmaniah.
4. Golongan Arius Arius
dari Alexandria berpendapat bahwa sekalipun Kristus dapat disebut Allah, Ia
sebenarnya bukanlah Allah dan sama sekali tidak ada kesamaan hakikat ataupun
kekekalan. Menurutnya Kristus adalah hasil ciptaan Allah Bapa, yang kemudian
menjadi pelaksana dalam penciptaan dunia. Ketika menjelma, Logos (Kristus)
memasuki tubuh manusia serta menggantikan roh manusia. Jadi Kristus tidaklah
sepenuhnya Allah dan juga tidak sepenuhnya manusia.
5. Golongan Apolinaris Apolinaris
beranggapan bahwa Yesus memiliki tubuh yang sejati dan jiwa hewani, tetapi
tidak mempunyai roh atau pikiran yang rasional. Logos mengisi tempat
inteligensi manusia. Pandangan ini menghormati keilahian Kristus, namun
akibatnya ialah merusak kemanusian-Nya yang sejati. Konsili Konstantinopel ke-1
tahun 381 mengutuk ajaran ini sebagai ajaran yang sesat.
6. Golongan Nestorius Nestorius
tidak menerima adanya perpaduan antara dua tabiat Kristus dalam satu pribadi,
sehingga Nestorius menganjurkan adanya dua kepribadian. Logos tinggal di dalam
manusia Yesus, sehingga perpaduan dua tabiat tersebut dapat disamakan dengan
tinggalnya Roh Kudus di dalam orang yang telah diselamatkan.
7. Golongan Eutikhes
Golongan
ini menganut pandangan yang bertolak belakang dengan pandangan golongan
Nestorius. Golongan Eutikhes beranggapan bahwa Kristus tidak memiliki dua
tabiat, tetapi satu tabiat saja. Seluruh diri Kristus bersifat ilahi, termasuk
tubuh-Nya. Yang ilahi dan yang manusiawi di dalam Kristus disatukan, sehingga
menghasilkan tabiat yang ketiga. Golongan Eutikhes ini seringkali disebut
sebagai golongan Monofisit karena mereka sebenarnya membuat kedua tabiat
Kristus itu menjadi satu tabiat saja. Konsili Khalsedon menolak ajaran ini pada
tahun 451. Golongan Monofisit kemudian mengambil haluan yang baru, dengan
mengajarkan bahwa Kristus hanya memiliki satu kehendak. Akan tetapi, Konsili
Konstantinopel yang ke-3 pada tahun 681 menolak ajaran ini, dengan menyatakan
bahwa di dalam Kristus ada dua tabiat, yaitu yang ilahi dan yang manusiawi,
sehingga dengan demikian ada dua inteligensi dan dua kehendak di dalam diri
Kristus.
8.
Pandangan
Ortodoks Konsili
di Chalsedon pada tahun 451 telah menetapkan pandangan gereja yang resmi. Yesus
Kristus adalah satu, tetapi Ia memiliki dua sifat, yaitu yang ilahi dan yang
manusiawi. Dia adalah Allah sejati dan manusia sejati, terdiri atas tubuh dan
jiwa yang rasional. Ia sehakikat dengan Bapa dalam ke-Allahan-Nya an sehakikat
dengan manuisia dalam kemanusiaan-Nya, kecuali dosa. Ia sudah ada bersama Bapa
sebelum dunia dijadikan, dan dalam kemanusiaan-Nya Ia lahir dari perawan Maria.
Perbedaan antara dua tabiat tersebut tidak berkurang ketika dipersatukan, namun
keistimewaan masing-masing tabiat itu tetap terpelihara sekalipun disatukan di
dalam diri Yesus Kristus. Yesus tidak terbagi menjadi dua pribadi, tetapi Ia
adalah satu pribadi.
BAB III
JAWABAN ALKITAB TERHADAP
KOTROVERSI SEPUTAR KESATUAN HIPOSTATIK
Doktrin
tentang keilahian Kristus sampai saat ini mengalami serangan dari pihak-pihak
yang tidak puas dengan rumusan iman Kristen. Banyak yang meragukan keilahian
Kristus setelah inkarnasi, karena mereka hanya melihat-Nya sebagai manusia
biasa yang lahir dari rahim manusia. Orang percaya tidak perlu panik apabila
menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang ingin menjatuhkan atau mempersalahkan
iman kekristenan, karena Alkitab menyediakan lebih dari cukup bukti tentang
keberadaan Yesus. Ia bukanlah makhluk ciptaan, Ia juga bukan seperti Allah,
tetapi Ia adalah Allah sendiri (Yoh. 1:1).
Ada
banyak bukti eksplisit dalam Alkitab yang menyatakan keilahian Kristus, yaitu: pertama, nama-nama-Nya. Yesus disebut
Imanuel yang berarti Allah beserta manusia (Mat. 1:23). Injil Yohanes dengan
jelas menyatakan bahwa Yesus adalah Allah sendiri (Yoh. 1:1). Ia disebut
sebagai Firman yang tidak lain adalah Allah sejati; Ia disebut Anak Allah;
Rasul Yohanes sebanyak lima kali menyebut Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa.
Selain itu, di dalam kitab Wahyu, beberapa kali Yesus dikatakan sebagai Alpha
dan Omega (Why. 1:8; 2:8), suatu nama ilahi yang hanya boleh dikenakan bagi
Allah sendiri. Kedua, sifat-sifat yang dimilikinya. Eksistensi
Yesus adalah kekal adanya (Mzm. 102:26-28). Perkataan Yesus yang paling
mengejutkan orang-orang Yahudi adalah klaim bahwa Dia sudah ada sebelum Abraham.
Pernyataan ini jelas telah mengungkapkan sifat
keberadaan-Nya yang kekal, sama dengan Allah. Penulis surat Ibrani meneguhkan
ketidakberubahan Kristus. Jadi Kristus berkuasa memberikan kehidupan kekal,
yang hanya dapat diberikan oleh Allah sendiri. Kristus sendiri menyatakan bahwa
Ia dan Bapa adalah satu, sehingga memiliki segala kekayaan sifat Allah dalam
diri-Nya. Ia juga Mahahadir
(Mat. 28:20); Ia Mahatahu (Yoh. 2:25); Ia Mahakuasa (Mrk. 2:5, 7); Ia Hidup
(Yoh. 1:14; 14:6). Ketiga, keilahian
Kristus terpancar dari karya-Nya: Ia adalah Allah Pencipta (Yoh. 1:3; 1:16); Ia
juga adalah Allah Pemelihara (Kol. 1:17; Ibr. 1:3). Tentu saja di dalam karya penciptaan dan pemeliharaan
semesta alam ini, Kristus juga turut berperan aktif bersama Allah Tritunggal.
Dikatakan pula bahwa Yesuslah yang menopang segala sesuatu dengan kuasa-Nya
yang tak terbatas. Kritus juga
dapat mengampuni dosa (Mrk. 2:1-12). Hanya Allah yang dapat mengampuni dosa,
sehingga sangatlah jelas bahwa Yesus adalah Allah karena Ia mengampuni dosa
manusia. Di dalam karya
penebusan, Kristus bukan saja berkuasa untuk mengampuni orang berdosa, tetapi
Ia juga berkuasa untuk membangkitkan orang mati. Bahkan pada Hari Tuhan nanti,
Kristus akan menghakimi semua manusia.
Keempat, kesaksian
tentang keilahian Yesus terbukti dari mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya (Mat.
9:6, 24-25, 29-30; Mrk. 4:39; Luk. 6:10; Yoh. 2:1-11). Banyak hal supranatural
yang dilakukan Yesus selama pelayanan-Nya di bumi, sehingga tidak dapat
disangkal bahwa Ia benar-benar Allah. Orang Kristen pun percaya bahwa
mujizat-mujizat yang dilakukan oleh para rasul dan orang-orang percaya
merupakan anugerah dari Yesus sendiri. Sangat jarang orang dapat melakukan
mujizat seperti Yesus, walaupun ada orang-orang tertntu yang dapat melaukan hal
yang sama berdasarkan anugerah Allah. Namun Yesus memproklamirkan diri-Nya
sebagai Allah memalui tanda-tanda heran tersebut.
Bukti-bukti
bahwa Yesus benar-benar menjadi manusia adalah sebagai berikut: pertama, Ia memiliki sifat sejati insani
(Luk. 2:40, 52). Hal ini mengungkapkan bahwa Yesus memiliki segala unsur
manusiawi, baik tubuh jasmani yang dapat dilihat dan dijamah (Mat. 26:12; Yoh.
2:21; Ibr. 2:14; 10:5) maupun jiwa dengan segala dimensinya, seperti:
pengetahuan, akal budi, emosi, dan kehendak. Sebagaimana manusia pada umumnya, Ia
juga mengalami fase-fase pertumbuhan fisik, mental, intelek, kesadaran sosial,
dan sebagainya sejak bayi, masa kanak-kanak, remaja, pemuda hingga dewasa (Yoh.
7:15). Jadi kewajaran perkembangan ini adalah lumrah dan secara normal juga
berlaku bagi sifat dasar insani Kristus. Oleh karena itu, dalam berbagai
kondisi Yesus pun dapat merasakan keletihan fisik; mengantuk lalu tertidur;
haus; geram, jengkel, bahkan marah; gelisah, gentar dan takut; terharu, sedih,
dan menangis; Ia juga pernah merasa sangat lapar sewaktu berpuasa di padang
gurun (Mat. 4). Yesus mempunyai keluarga, silsilah, dan gelar sebagai Anak Manusia
(Mat. 1:1, 21; 9:27; 12:23; 15:22; Luk. 22”69-70; Yoh. 12:34). Di dalam keempat
kitab injil, kurang lebih 80 kali menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia.
Dengan menggunakan gelar ini secara pasti Yesus diri-Nya sebagai manusia biasa.
Selain itu, Yesus juga dipanggil dengan nama anak atau keturunan Daud. Hal ini
membuktikan bahwa Ia memang pernah ada di dalam sejarah manusia.
Yesus
dilahirkan dari rahim seorang manusia.[4]
Umat Kristen mengetahui dan mengakui bahwa Yesus adalah Allah menjelma menjadi
manusia, namun kehadiran-Nya di bumi ini juga melalui proses kelahiran seperti
manusia pada umumnya (Mat. 1:18-2:11; Luk. 1:30-38; Gal. 4:4). Yesus selaku
manusia juga mengalami pencobaan. Sifat dasar insani Kristus diteguhkan melalui
pencobaan yang dialami-Nya. Pencobaan adalah suatu situasi krisis namun netral
di tengah-tengah ujian dan godaan. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang
gurun untuk diuji, sementara Iblis datang menggoda-Nya berulang-ulang.
Kesaksian keempat Injil mengenai pencobaan-pencobaan yang dialami oleh Kristus
dapat dirangkumkan dalam Ibrani 4:15, ”Sebab Imam Besar yang kita punya,
bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,
sebaliknya sama dengan kita. Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Ujian
yang paling berat yang dihadapi oleh Yesus ialah sewaktu Ia harus menghadapi
penyaliban. Ia disebutkan sebagai Pengantara Tunggal antara Allah dan manusia.
Yesus harus memiliki dua sifat dasar yang menyatu dalam satu pribadi, yaitu
keilahian dan kemanusiaan. Namun harus dimengerti di sini bahwa Ia sama sekali
bukan makhluk ciptaan, tetapi sebaliknya Ia adalah Allah sejati yang menjelma
menjadi manusia sejati (Yoh. 1:14).
C. Kesatuan
Kilahian dan Kemanusiaan Kristus (Hipostatik)[5] Perpaduan antara kedua natur Kristus tidak dapat
dibandingkan dengan hubungan pernikahan, karena kedua belah pihak dalam
pernikahan tetap dua pribadi, walaupun sudah menikah. Tidaklah tepat
beranggapan bahwa natur ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus
tinggal dalam orang-orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah
sorang manusia yang didiami oleh Allah dan Ia sendiri bukan Allah. Gagasan yang
mengatakan bahwa Kritus memilki kepribadian rangkap adalah tidak alkitabiah,
karena Ia tetap memilki satu pribadi yang mengandung dua natur tersebut. Demikian
pula kedua natur itu tidak bersatu untuk membentuk natur ketiga, sebab dalam
hal itu Kristus bukanlah manusia sejati.
Kedua natur Yesus merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan tanpa percampuran identitas atau kehilangan identitas
masing-masing. Yesus selamanya adalah
Allah-manusia, Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna, dua natur yang
berbeda dalam satu Pribadi untuk
selamanya. Kemanusiaan dan keillahian
Yesus tidak bercampur, namun bersatu tanpa kehilangan keunikan identitas.
Kadang Yesus berfungsi dengan keterbatasan sebagai manusia (Yoh. 4:6; 19:28) dan
di waktu lain dengan kuasa keillahian-Nya (Yoh. 11:43; Mat. 14:18-21). Dalam
kedua natur tersebut, tindakan-tindakan Yesus bersumber dari Pribadi-Nya yang
satu. Yesus memiliki dua natur, namun hanya satu pribadi atau kepribadian (Rm.
1:3-4; Gal. 4:4).[6] Doktrin kesatuan
hipostatik adalah upaya untuk menjelaskan bagaimana Yesus dapat merupakan Allah
dan manusia pada saat yang sama. Namun demikian, pada akhirnya ini adalah
sebuah doktrin yang tidak mampu dipahami secara sempurna. Sangatlah mustahil
bagi manusia untuk dapat secara sempurna memahami cara kerja Allah. Manusia
yang terbatas tidak bisa mengharapkan dapat memahami Allah yang tidak terbatas.
Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian Dia dilahirkan dari Roh Kudus (Luk.
1:35), namun hal ini tidak berarti bahwa Yesus belum ada sebelum Dia dikandung.
Yesus selalu ada (Yoh. 8:58, 10:30). Ketika Yesus dikandung, Dia menjadi
manusia selain Dia adalah Allah (Yoh. 1:1, 14). Yesus adalah Allah dan manusia. Yesus senantiasa
adalah Allah, namun Dia menjadi manusia sehingga Dia dapat mengidentifikasikan
diri dengan manusia dalam kelemahan-kelemahan mereka (Ibr. 2:17). Lebih penting
dari inkarnasi-Nya adalah agar Dia dapat mati di salib untuk membayar hutang
dosa manusia (Flp. 2:5-11). Secara singkat, kesatuan hipostatik mengajarkan
bahwa Yesus adalah Allah dan manusia yang sempurna, bahwa tidak ada percampuran
atau pengurangan dari salah satu natur dan bahwa Dia adalah Pribadi yang
bersatu untuk selamanya.
Yesus
Kristus brbicara tentang diri-Nya sebagai suatu pribadi yang tunggal dan utuh;
Ia sama sekali tidak menunjukkan adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian.
Yesus sadar akan natur-Nya yang ilahi dan Ia juga sadar akan natur-Nya yang manusiawi.
Sering kali Ia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, namun pada saat
tertntu Ia bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi. Perlu diketahui bahwa
kedua natur Yesus ini tidak pernah saling bertentangan, namun berjalan
bersama-sama dan seimbang. Hal ini terbukti dari keinginan daging Yesus untuk
menjauhi salib (Mat. 26:39), namun Ia tetap berserah kepada kehendak Bapa (Ibr.
10:7, 9).
Kesatuan
kedua natur Yesus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:[7]
pertama, bersifat teantropik. Maksudnya
adalah Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tidak terbatas, namun Ia
juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia memiliki kesadaran
ilahi dan manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya tidak terbatas, kecerdasan
manusiawi-Nya makin bertambah. Kedua, kesatuan
itu bersifat pribadi. Maksudnya adalah kedua natur itu merupakan satu cara
berada yang pribadi. Kristus tidak bersatu dengan diri manusia, tetapi dengan
sifat manusia, maka kepribadian Kristus bertempat dalam natur ilahi-Nya. Ketiga, kesatuan itu meliputi berbagai
sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi. Sifat yang manusiawi dan ilahi dapat
dilakukan oleh Yesus tanpa kecuali. Berbagai sifat manusia dihubungkan dengan
Yesus di bahwag gelar-glar yang ilahi, “Ia akan menjai besar dan akan disebut
Anak Allah Yang Mahatinggi” (Luk. 1:32); “Jemaat Allah yang diperoleh-Nya
dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kis. 20:28). Keempat, ksesatuan tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari
keilahian dan kemanusiaan Yesus tersebut. Kedua natur Yesus hadir bersama di setiap
tempat.
BAB IV
KESIMPULAN
Perlu diakui bahwa doktrin Kristen
tentang bagaimana kesatuan antara natur ilahi dan manusiawi dalam diri Yesus
merupakan suatu pokok yang sulit untuk dijelaskan, namun dapat dijelaskan
melalui landasan alkitabiah dan tuntunan Roh Kudus. Orang percaya harus tetap
radikal terhadap kebenaran doktrin ini yang selama ini diakui oleh seluruh
kalangan umat Kristen. sangatlah benar bahwa dalam diri Yesus ada dua natur
(ilahi dan manusia), namun Ia hanya memiliki satu pribadi yang utuh. Kedua natur Yesus merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan tanpa percampuran
identitas atau kehilangan identitas masing-masing. Yesus selamanya adalah Allah-manusia, Allah yang sempurna dan manusia yang
sempurna, dua natur yang berbeda dalam satu Pribadi untuk selamanya. Kemanusiaan dan keillahian
Yesus tidak bercampur, namun bersatu tanpa kehilangan keunikan identitas.
Kadang Yesus berfungsi dengan keterbatasan sebagai manusia (Yoh. 4:6; 19:28)
dan di waktu lain dengan kuasa keillahian-Nya (Yoh. 11:43; Mat. 14:18-21).
Dalam kedua natur tersebut, tindakan-tindakan Yesus bersumber dari Pribadi-Nya
yang satu.
Yesus Kristus adalah
Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna. Yesus senantiasa adalah Allah,
namun Dia menjadi manusia sehingga Dia dapat mengidentifikasikan diri dengan
manusia dalam kelemahan-kelemahan mereka (Ibr. 2:17). Lebih penting dari
inkarnasi-Nya adalah agar Dia dapat mati di salib untuk membayar hutang dosa
manusia (Flp. 2:5-11). Kesatuan hipostatik mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah
dan manusia yang sempurna, bahwa tidak ada percampuran atau pengurangan dari
salah satu natur dan bahwa Dia adalah Pribadi yang bersatu untuk selamanya.
Orang percaya harus memahami konsep ini karena Alkitab mengajarkan demikian. Inilah
kebenaran yang terkandung dalam Alkitab, yang penulis interpretasikan kembali,
agar setiap orang percaya dapat memahami dengan benar bagaimana keberadaan
Yesus yang sebenarnya.
BIBLIOGRAFI
Berkhof, Luois. Teologi Sistematika. Surabaya :
Momentum, 2009.
Enns, Paul. The Moody Hand Book of
Thology. Malang: SAAT, 2008.
Little, Paul E. Kutahu yang
Kupercaya. Bandung: Kalam Hidup, t.t.
Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 2. Yogyakarta:
ANDI, 2008.
Thiessen Henry C. Teologi
Sistematika. Malang: Gandum Mas, 2000.
Kristologi: ”Penjelmaan,” http://www.sarapanpagi.org/viewtopic.php?p=133#133